Suatu ketika salah seorang santri di salah satu pondok pesantren di Buntet-Cirebon disuruh membeli rokok oleh Kyainya. Bagi santri perintah Kyai tidak boleh dipantang. Justru oleh sebagian santri, perintah dari Kyainya adalah hal yang ditunggu-tunggu. Untuk “ngalap” (mengambil) barokah katanya.
Dikalangan santri pondok salaf berkembang keyakinan jika menyepelekan Kyai, sama artinya menghilangkan barokah Kyai. Akibatnya bias fatal. Bias-bisa boyong (pulang kampung) dengan tangan hampa, karena ilmunya tidak bermanfaat. Karir Kyai kampung yang selama ini diimpi-impikan bias-bisa berantakan, bahkan gara-gara tidak dapat barokah Kyai posisi imam tahlil di kampungnya bias jadi kandas. Karena itu, menjalankan titah Kyai itu hukumnya wajib, bahkan “fardu ain”.
Pada saat menemani tamunya duduk-duduk mengobrol sambil minum kopi di teras, Kyai memanggil salah seorang santri yang kebetulan lewat di depan rumahny. Santri itupun langsung menghampiri.
“tolong belikan rokok marbloro…. !,” kata Kyai. Tapa banyak Tanya santri bergegas lari ke warung. Namun, tidak lama berselang dia sudah kembali. “punten kyai, marbloro merah apa putih ?,” tanyanya. “marbloro merah,” jawab Kyai. Selang dua menit santri itupun dating lagi. “punten Kyai adanya marbloro putih, gimana ?,” katanya dengan nafas terengah-engah karena berlari. “ya sudah ga apa-apa” jawab Kyai.
Dengan sigap si santri ngeloyor pergi setengan berlari. Tapi lagi-lagi kurang dua menit dia sudah kembali. ‘mana rokoknya ?,” Tanya Kyai. “maaf anu Kyai, saya lupa uangnya belum dikasih, “ jawab santri yang tampak terlihat lemas. “makanya kalau disuruh perhatikan dulu perintahnya biar tuntas dan jelas, jangan main nyelonong aja,” jawab Kyai sambil menyerahkan uang.
Dengan jalan agak seloyongan, santri itupun pergi menuju warung, kali ini dia sudah tidak sanggup lagi beralari. (AD)
Dikalangan santri pondok salaf berkembang keyakinan jika menyepelekan Kyai, sama artinya menghilangkan barokah Kyai. Akibatnya bias fatal. Bias-bisa boyong (pulang kampung) dengan tangan hampa, karena ilmunya tidak bermanfaat. Karir Kyai kampung yang selama ini diimpi-impikan bias-bisa berantakan, bahkan gara-gara tidak dapat barokah Kyai posisi imam tahlil di kampungnya bias jadi kandas. Karena itu, menjalankan titah Kyai itu hukumnya wajib, bahkan “fardu ain”.
Pada saat menemani tamunya duduk-duduk mengobrol sambil minum kopi di teras, Kyai memanggil salah seorang santri yang kebetulan lewat di depan rumahny. Santri itupun langsung menghampiri.
“tolong belikan rokok marbloro…. !,” kata Kyai. Tapa banyak Tanya santri bergegas lari ke warung. Namun, tidak lama berselang dia sudah kembali. “punten kyai, marbloro merah apa putih ?,” tanyanya. “marbloro merah,” jawab Kyai. Selang dua menit santri itupun dating lagi. “punten Kyai adanya marbloro putih, gimana ?,” katanya dengan nafas terengah-engah karena berlari. “ya sudah ga apa-apa” jawab Kyai.
Dengan sigap si santri ngeloyor pergi setengan berlari. Tapi lagi-lagi kurang dua menit dia sudah kembali. ‘mana rokoknya ?,” Tanya Kyai. “maaf anu Kyai, saya lupa uangnya belum dikasih, “ jawab santri yang tampak terlihat lemas. “makanya kalau disuruh perhatikan dulu perintahnya biar tuntas dan jelas, jangan main nyelonong aja,” jawab Kyai sambil menyerahkan uang.
Dengan jalan agak seloyongan, santri itupun pergi menuju warung, kali ini dia sudah tidak sanggup lagi beralari. (AD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
slowww Down sHobb